Postingan

Salam sapa

Assalamu'alaykum Sudah lama sekali rasanya tidak menulis disini. Banyak sebenarnya yang ingin tertuang. Keluhan, kebahagiaan, ide dan lain sebagainya. tunggu tanggal mainnya, saya akan kembali dengan berbagai tulisan disini, di blog ini.

Hari ini, 23 Februari 2015 tepat saat 21

Barakallaah fii umrik untuk diriku yang sudah menginjak usia 21. Sungguh aku tidak percaya akan pertambahan umur di dunia ini. Satu hal yang aku kecewakan dariku adalah aku masih saja sama dengan diri yang sebelumnya, tidak ada perubahan bahkan aku rasa lebih parah. Mau aku bawa kemana badan yang sudah menginjak 21 tahun ini. Aku mau berubah tapi tak tergerak sedikitpun untuk beranjak dari belenggu hidupku yang kelap. Ah.. mau sampai kapan begini?  Aku bahkan sudah semester 6 kuliahnya tapi belum tau juga akan bergerak dimana ketika sudah lulus. Mau ngambil apa saat S2? Bahkan untik praktikum I saat ini saja aku bingung mau praktikum kemana dan tentang apa? Bisakah aku bertahan hidup jika cara hidupku seperti ini? Kenapa aku merasa semakin berumur semakin BODOH? Ah.. Tolong bantu aku untuk keluar dari lumpur hisap nan kelap ini

Menyusuri jalan di kehidupan

Beberapa hari ini aku sibuk mengunjungi berbagai tempat. Muali dari Museum sampai Kebun atau Taman. Semua tempat menyenangkan. Aku seakan terbawa suasana ketika kesini. Entah kenapa, selalu ingin bertemu orang-orang yang jelas-jelas tidak peduli lagi dengan hidupku. Ah.. bodoh memang tapi aku selalu ingin memastikan mereka bahagia. Itu saja. Aku selalu merasa membawa jiwa yang kosong kesini. Entah kenapa perasaan itu selalu ada. Maka, di Medan aku selalu menyibukkan diri baik itu untuk kelanjutan hidupku selanjutnya atau bahwakan untuk mengisi kekosongan hati saja. Aku benar-benar seperti kertas terbawa angin, kosong tanpa tujuan. Aku berkali-kali mengatakan lelah hidup seperti ini tapi aku selalu membuat hidupku terkukung dalam pusaran kehidupan "gelap" ini. Benar-benar ingin berubah. Mungkin saja, ujian hidupku masih saja tentang mereka tapi aku berusaha untuk naik tingkat. Sampai kapan aku berada di tangga yang sama? Aku selalu mencari celah agar bisa menjalani kehidup

Note

Aku tak tau, ini adalah curhatan atau bukan. Lelah rasanya hati ini mulai ada yang singgah. Tanpa disengaja padahal aku sudah mengantisipasi hal ini. Bermula dari kekaguman. Sampai-sampai, aku memberikan namanya untuk adik sepupu laki-lakiku yang baru lahir setahun yang lalu. Kataku, " biar dia pintar kayak yang punya nama, buk." Ah, selalu begini. Dulu juga terjadi hal yang sama. Mungkin. saat ini bukan rasa yang besar. aku harap, aku bisa membersihkannya sampai aku benar-benar siap. Jum'at lalu, aku diberi sebuah buku oleh seorang ikhwan. Karangan dia sendiri. Awalnya senang aja, karna baru pertama kali dikasih buku oleh ikhwan dan karangan sendiri pula. Tapi tetap dalam batas yang wajar senangnya. Beranggapan gini aja "mungkin, disuruh nilai gimana tulisannya. Biar awak termotivasi juga untuk nulis lagi." Setelah dikasih, langsung masukin ke tas tanpa lihat halaman selanjutannya. Dulu pernah sih punya cita-cita kalau punya suami seorang penulis. Kemudian se

Istirahat

Lelah, jenuh dan serasa mau muntah Itulah yang kau rasakan satu bulan terakhir ini Mereka bilang ku tak Lillah, makanya jadi lelah Aku hanya bisa menarik nafas panjang, tahu apa mereka tentang badanku Tahu apa mereka tentang hatiku Aku benar-benar lelah Hanya ingin sejenak beristirahat, sejenak.. Aku pun taki ingin berlama-lama. Aku hanya ingin mencari mereka yang mengerti Aku lelah dengan semua komentar dan ketidakmengertian mereka Ya Allah, maafkan aku Ya Allah, bolehkah hamba istirahat sejenak dari semua aktivitas dakwah ini?

Tentang hati

Ada orang yang begitu bisa mengkondisikan hati Tersenyum walau sebenarnya remuk Tertawa walau sebenarnya hancur Menyembunyikan semua bentuk rasa Aku, bahkan tak punya hati seperti itu Memupuknya saja aku tak mampu Aku menangis tapi hanya mata Aku tertawa tapi hanya bibir ini Mau sampai kapan mengubur duka? Padahal ia ingin sekali terbang tak berbekas Tak usah ditanam, ia pun akan pergi Tetapi, mengapa aku betah?